Minggu, 25 Juli 2010

Penanganan Graves´ hipertiroidisme pada kehamilan.

Fokus pada fungsi tiroid maternal dan fetus, dan perhatian terhadap thyroidektomy pada kehamilan.

Peter Laurberg1, Claire Bournaud2, Jesper Karmisholt1, Jacques Orgiazzi3

1. Department of Endocrinology and Medicine, Aalborg Hospital, Aarhus University Hospital, Aalborg, Denmark

2. Department of Nuclear Medicine, University Hospital, Lyon, France

3. Department of Endocrinology, Centre Hospitalier Lyon-Sud, Université Lyon-1, Lyon, France

Running title: Graves’ disease in pregnancy

Word count: Abstract 210, Manuscript 3740.

Correspondence:

Peter Laurberg, M.D.

Department of Endocrinology and Medicine. Aalborg Hospital, Aarhus University Hospital

DK - 9000 Aalborg. Denmark

E-mail: peter.laurberg@rn.dk

Phone: +4599326126, Fax: +4599326857. Page 1 of 25 Accepted Preprint first posted on 10 October 2008 as Manuscript EJE-08-0663

Ringkasan

Graves´ disease adalah suatu gangguan autoimun yang sering terjadi pada wanita usia subur. Hipertiroidisme disebabkan oleh induksi TSH- receptor activating antibodies. Pada kehamilan antibodie dan obat antitiroid yang diberikan pada ibu dapat melewati plasenta dan mempengaruhi glandula tiroid fetus. Fungsi tiroid harus dikontrol tidak hanya pada ibu dengan Graves´ hipertiroidisme tapi juga pada bayinya. Review berikut berupa dua kasus yang mengilustrasikan beberapa masalah dalam penanganan pasien Graves´ disease saat hamil.

Penanganan utama fungsi tiroid optimal adalah terapi obat antitiroid yang inadekuat atau over-aggressive pada ibu. dari hal tersebut, perlu diingat bahwa obat antitiroid cenderung memblokade fungsi tiroid fetus lebih efektif daripada fungsi tiroid maternal, dan perlu dipikirkan bahwa L-T4 yang diberikan pada ibu hanya terbatas mempengaruhi fetus.

Operasi thyroidectomy pasien dengan Graves´ hipertiroidisme tidak memicu remisi segera pada abnormalitas autoimun, dan kombinasi thyroidectomy + dengan menarik obat antitiroid + pengganti L-T4 pada ibu beresiko tinggi hipertiroidisme fetus.

Kesimpulan: Terapi obat antitiroid pada wanita hamil dengan Graves´ hipertiroidisme harus pada keadaan seimbang untuk mengontrol fungsi tiroid maternal dan fetus. Operasi tiroidektomi wanita hamil dengan penyakit aktif dapat memicu terjadinya hipertiroidisme fetus terisolasi.

Graves´ disease adalah suatu gangguan autoimun yang sering terjadi dan dapat memberikan berbagai macam manifestasi klinik. Kunci elemen patogenetik elemen autoimunitas melawan reseptor TSH (1), dan abnormalitas yang paling sering adalah hipertiroidisme yang disebabkan oleh autoantibody reseptor stimulating TSH.

Pada populasi dengan intake iodine yang cukup graves’s disease paling sering menyebabkan hipertiroidisme, dan kira-kira 1 % wanita hamil yang telah ditangani sebelumnya, atau yang ditangani selama kehamilan untuk Graves´ hipertiroidisme.

Penanganan Graves´ disease yang tepat selama kehanmilan penting untuk kesehatan ibu dan untuk rangkaian kehamilannya. Lebih jauh lagi, kualitas management dipertimbangkan berpengaruh pada fetus dan neonati serta selama kehidupan kesehatan anak-anak.

Saat ini ada beberapa mini-review yang mendiskusikan pentingnya penanganan wanita hamil dengan penyakit Graves. Topik khusus mengevaluasi peranan operasi dengan thyroidektomi total atau subtotal wanita hamil dengan penyakit aktif.

Graves´ disease dan kehamilan dalam berbagai kombinasi

Hipertiroidisme dan kehamilan bisa terjadi bersamaan pada pasien hamil saat penderita itu mengalami hipertiroid atau menjalani penanganan hipertiroidisme dengan obat antitiroid. Jarang terjadi, Graves´ disease bisa terbentuk selama kehamilan. Kombinasi lain adalah terjadinya kehamilan pada wanita yang sebelumnya Graves´ disease, dan pada kondisi ini, penting dilakukan penelusuran riwayat tiroid.

Jika sebelumnya ibu mendapat penanganan hanya dengan obat antitiroid, dan status tiroid ibu normal, tidak ada akibat pada fetus yang diantisipasi (3). Relaps hipertiroidisme dapat terjadi selama kehamilan, tapi ini jarang terjadi. Yang lebih sering, rekurensi hipertiroidisme dapat terjadi selama periode post-partum (4,5).

Dilain pihak, jika sebelumnya Graves´ disease telah ditangani secara operasi atau dengan radioiodine, dan apapun status yang ada saat ini, eutiroid dengan atan tanpa substitusi levothyroxin (L-T4), pada wanita hamil masih tetap memiliki anti-TSH receptor antibodies (TRAb) sirkulasi. oleh karena itu, fetus tetap berada pada resiko disfungsi karena antibody maternal dapat melewati plasenta. (3).

Operasi tiroid untuk Graves´ disease pada kebanyakan pasien, akan diikuti oleh menghilangnya TRAb dari sirkulasi secara berangsur-angsur (sma dengan efek terapi dengan pengobatan antitiroid), sedangkan terapi radioiodine seringkali diikuti oleh memburuknya autoimunitas dengan peningkatan TRAb dalam serum (6-8). Durasinya kira-kira satu tahun tetap memburuk, dan berangsur-angsur diikuti oleh penurunan gradual level TRAb dalam serum. Akan tetapi, sering kali sampai 5 tahun sesudah terapi radioiodine, beberapa pasien masih memiliki TRAb positif (8).

Dengan demikian, tergantung pada level TRAb serum, dengan demikian perlu diberikan saran kepada pasien untuk menunda kehamilan untuk lebih dari 4-6 bulan (unyuk alasan radioproteksi) sesudah terapi radioiodine untuk mencegah resiko disfungsi tiroid pada fetus. Resiko TRAb yang tinggi pada ibu secara umum lebih rendah sesudah operasi tiroid daripada sesudah terapi radioiodine (8), pertimbangan yang sama relevan bagi pasien yang sudah menjalani operasi tiroidektomi untuk hipertiroidisme penyakit Graves.

Resiko dan komplikasi Graves´ hipertiroidisme dan terapi pada wanita hamil

Tabel 1 menyajikan tinjauan yang berhubungan dengan Graves´ hipertiroidisme yang tidak ditangani pada wanita hamil, demikian juga akibat tipe terapi yang berbeda. Beban fisik dari hipertiroidisme yang tidak ditangani atau inadekuat menambah beban pada kehamilan, akibatnya bisa mempercepat terjadinya gagal ginjal kongestif pada ibu, dan preeclampsia adalah fenomena yang sering terjadi pada wanita hamil dengan hipertiroid (9,10). Pada kasus-kasus berat, serangan tiroid dapat terbentuk (9-11). Komplikasi-komplikasi seperti itu dan efek yang lebih langsung dari kelebihan hormon tiroid memicu tingginya resiko keguguran, abrupsi plasenta, dan kelahiran premature, jika wanita hamil mengalami hipertiroid (12). Oleh karena itu, sasaran utama Graves´ hipertiroidisme pada wanita hamil adalah menghindari komplikasi hipertiroidisme pada wanita melalui pembentukan dan pemeliharaan eutiroid atau mendekati euthyroid.

Diantara tiga tipe terapi Graves´ hipertiroidisme yang sering dilakukan, pengobatan antithyroid (Propylthiouracil (PTU), Methimazole atau pro-drug Carbimazole), operasi tiroid dan radioiodine, yang terakhir tidak digunakan pada wanita hamil karena iradiasi fetus.

Dua modalitas terapi, pengobatan antitiroid dan operasi dapat digunakan pada wanita hamil euthyroid, tapi kedua tipe terapi membutuhkan tindakan pencegahan khusus dalam usaha menjaga fetus, seperti yang dideskripsikan dibawah. Dalam banyak hal, kehamilan dihubungkan dengan progrsifitas penurunan aktifitas autoimun pada Graves´ disease (13,14), sehingga pada wanita yang menerima pengobatan antithyroid untuk Graves´ hipertiroidisme sebelum hamil, dosis seringkali harus diturunkan secara berangsur-angsur atau menarik pengobatan (14,15). Kadang-kadang, seperti yang dilaporkan beberapa studi (16,17), tapi tidak dikonfirmasi pada skala besar (18), TRAb dapat berubah selama kehamilan oleh karena stimulasi atau blockade reseptor TSH. Pada pasien-pasien seperti ini tidak hanya menarik pengobatan antitiroid, tapi juga terapi ibu dengan L-T4 dapat dibutuhkan.

Pengobatan antitiroid yang diberikan sebagai monoterapi adalaj terapi first line Graves´ hipertiroidisme pada kehamilan. PTU lebih disukai, paling kurang pada trimester pertama, oleh karena resiko malformasi akibat penggunaan Methimazole kecil (19-21). Seperti yang didiskusikan dibahwa dan diilustrasikan melalu dua kasus yang dipresentasikan, focus pembicaraan pada dosis obat serendah mungkin yang penting untuk menjaga fetus kena hypotiroidisme.

Kasus khusus yang dipresentasikan oleh wanita yang menerima terapi replacement L-sesudah terapi radioiodine sebelumnya atau operasi thyroidectomy untuk Graves´ hipertiroidisme (tabel 1). Wanita seperti itu membutuhkan peningkatan dosis L-T4 pada awal kehamilan, seperti wanita lain yang ditangani untuk hypothyroidism (22).

Resiko dan komplikasi Graves’ hipertiroidisme dan terapi pada fetus.

Hormon tiroid dibutuhkan untuk perkembangan optimal fetus mamalia dan neonatal, dan resiko malformasi dapat meningkat pada bayi baru lahir dari ibu hipertiroid (23,24). Tidak adanya hormone tiroid lebih dari 2 minggu selama periode rentan perkembangan termask resiko gangguan serebral permanen (25). Dipihak lain, kelebihan jumlah hormone tiroid dapat memicu retardasi pertumbuhan dan maturasi tulang lebih cepat, dan hal ini berhubungan dengan peningkatan resiko kematian fetus (26). Dalam otak, konsentrasi local dari hormone tiroid diantara faktor-faktor lain tergantung pada aktifitas thyroid hormone activating dan inaktifasi deiodinases. Agaknya tidak dapat diduga, studi-studi dari hewan eksperimental menunjukkan bahwa defek congenital dalam aktifitas thyroid hormone inactivating enzymes lebih banyak mengganggu perkembangan normal dan fungsi aksis CNS-pituitary-thyroid daripada kurangnya activating enzymes (27).

Dengan demikian, yang penting saat menangani wanita hamnil dengan Graves´ hipertiroidisme, fokusnya pada memelihara jumlah hormone tiroid psikologik tidak hanya pada maternal tapi juga pada kompartemen fetus. Pada bagian lain dari kehamilan, fungsi tiroid fetus dapat dipelajari secara langsung dengan melakukan tes fungsi tiroid pada darah yang diambil melalui cordocentesis (28). Akan tetapi, cordocentesis memberikan resiko kematian fetus 1 – 2 % (29), dan pada mayoritas wanita tanpa melakukan cordocentesis, memungkinkan untuk menilai fungsi tiroid fetus dengan ketelitian yang cukup. Tabel 1 memperlihatkan bagaimana fetus dapat dipengaruhi Graves´ hipertiroidisme dari ibu dan melalui terapi, tan tabel 2 memperlihatkan beberapa faktor yang penting untuk keseimbangan fungsi tiroid maternal dan fetus pada Graves´ hipertiroidisme.

Tabel 2. Graves´ hipertiroidisme pada kehamilan dan keseimbangan antara fungsi tiroid maternal dan fetal.

Ø TSH- receptor stimulating antibodies dihasilkan pada ibu dan menginduksi maternal hipertiroidisme yang melewati plasenta, dan kemudian memicu terjadinya fetal thyroid.

Ø Jika ibu memiliki tiroid yang intak, fungsi tiroidnya menggambarkan fungsi teroid fetus

Ø Obat antitiroid (Propylthiouracil & Methimazole) melewati plasenta dan menginduksi blockade produksi hormone tiroid maternal dan fetus.

Ø Dosis Propylthiouracil atau Methimazole yang diberikan memblokade tiroid fetal lebih efektif daripada tiroid maternal.

Ø Selama terapi obat antitiroid, fungsi tiroid ibu harus dipertahankan sekitar atau sedikit diatas normal During untuk menghindari foetal hypothyroidism pada bagian lain kehamilan.

Ø Hormone tiroid tidak bebas tapi hanya terdistribusi sepanjang barier plasenta.

Ø Kombinasi obat antitiroid dan L-T4 yang diberikan pada ibu mempertahankan euthyroid ibu (block + terapi pengganti) dapat menyembunyikan foetal hypothyroidism yang diinduksi oleh oba antitiroid.

Ø Blok (dari tiroid fetus) + replacement (dari hypothyroid ibu) hanya cocok pada hypothyroid ibu (setelah sebelumnya menjalani operasi atau tearpi radioiodine untuk Graves´ hipertiroidisme) dengan hyperthyroid foetus dari produksi maternal menetap dari reseptor TSH stimulating antibodies.

Ø Menentukan dosis obat antitiroid yang tepat untuk mempertahankan eutiroid fetus pada athyreotic ibu dengan Graves´ disease aktif, sangat sulit, dan situasi ini harus dihindari jika mungkin.

Pentingnya penggunaan block-replacement therapy (PTU + L-T4) secara normal sesudah minggu

10-12 kehamilan seperti yang ditandai pada tabel 1 dan tabel 2 digambarkan dari e-mail berikut yang diterima pada bulan Agustus 2008 dari wanita Belanda, yang ditemukan pada diskusi penanganan Graves’ disease sebelumnya mengenai wanita hamil di internet:

Salam Mr. Laurberg,

Sebelum kehamilan, saya didiagnosa hipertiroidisme. Dokter saya merespepkan PTU 3 kali 100 mg setiap hari dan Thyroxin. Selama kehamilan saya penanganan tetap sama. Nilai TSH dan T4 saya sangat baik. Saya ragu mengenai dosis tinggi PTU, tapi dia yakinkan saya bahwa itu baik-baik saja. Anak perempuan saya lahir pada bulan September 2007. Dial terlahir dengan hipotiroidisme berat, pemeriksan struma dan MRI memperlihatkan banyaknya cairan dalam otaknya. Kami shock. Dia saat ini terlihat sangat sehat, tapi kami berfikir bahwa kondisi yang dialami adalah kondisi yang disebabkan oleh penggunaan PTU dosis tinggi, apakah ini mungkin?

Salam kasih,

XXX

Ini adalah pengalaman pasien, dan penulis tidak memiliki akses ke file pasien. Stimulating TSH-receptor antibodies memicu yang terjadinya Graves´ hipertiroidisme pada wanita hamil melewati plasenta, meskipun hormone tiroid dalam batas terbatas, dan secara umum, jika ibu menderita Grave disease yang tidak ditangani, dapat diasumsikan bahwa fetus mengalami hipertiroid. Obat antitiroid juga melewati plasenta, dan terapi hipertiroidisme maternal juga menjadi terapi bagi hipertiroidisme fetus. Akan tetapi, terapi obat antitiroid cenderung lebih efektif pada fetus dibandingkan ibu (15). Oleh karenanya, bila ibu eutiroid karena terapi obat antitiroid, penting untuk sadar bahwa fetus beresiko terjadinya foetal hypothyroidism (tabel 1) seperti yang terjadi pada kasus 1.

Kasus 1

Seorang wanita umur 29 tahun menjalani episode ulangan hipertiroidisme relaps sejak umur 13 tahun. Dia telah menggunakan dan menghentikan obat antitiroid dalam beberapa kali, tetapi fungsi tiroid telah stabil oleh terapi obat antitiroid dalam 2 tahun terakhir. Selama kehamilan saat ini yang tidak terkomplikasi, pasien mendapat terapi PTU 100 mg x 4 per hari dan mengalami euthyroid. Pada minggu 19 + 4 hari kehamilan, USG fetus mencurigai fetal goitre, dan saat USG diulang pada minggu ke- 23, hasilnya menunjukkan goiter fetus (7 ml). Cordosentesis akut (week 23) memperlihatkan serum TSH fetus > 200 mU/l (nilai rujukan pada minggu ke-20 sekitar 3 – 4 mU/l (30,31)), dan LT4 (50-100 μg) yang masuk cairan amniotic ibu dari total 4 kesempatan lebih dari 1 bulan. Pada waktu cordocentesis, serum TSH ibu 2.5 mU/l (nilai rujukan 0.3-4.5 mU/l), total T4 adalah 75 nmol/l (nilai rujukan: 90-210 nmol/l pada fase kehamilan ini), total T3 adalah 2.7 nmol/l (nilai rujukan: 1.8-4.0 nmol/l pada fase kehamilan ini). Ibu menunjukkan eutiroid secara klinik, tapi kelenjar goiternya besar (171 ml pada USG) dengan beberapa bunyi vaskuler. TSH-receptor antibodies in serum tidak terukur (<>

4 bulan sesudah persalinan ibu mengalami relaps klinik dan biokimia dengan Graves’ hipertiroidisme dan TRAb meningkat menjadi 26 U/l. Sesudah menjalani rangkaian terapi obat antitiroid + potassium iodide selama 10 hari, dilakukan operasi thyroidectomy total dengan mengangkat 401 g goitre.

Agaknya, sangat sedikit perhatian yang telah diberikan pada tidak adanya TRAb dan juga tidak adanya peningkatan total T4 serum selama pertengahan trimester pertama kehamian pada pasien ini. Pada awal kehamilan total T4 dan total T3 serum meningkat secara gradual dalam pola parallel dengan peningkatan thyroid hormone binding globulin (TBG) serum (32). Sebagai suatu pengukuran praktis, range rujukan untuk total T4 dan T3 dapat diatur secara bertahap dari minggu ke-7 sampai 16 kehamilan dengan peningkatan batas bawah dan atas dari nilai referensi dengan 5 % dari nilai wanita yang tidak hamil per minggu. Sesudah minggu ke-16, range rujukan kira-kira 50 % lebih tinggi dari range tidak hamil sampai kelahiran (32). Dari situasi ini dapat dispekulasi bahwa serum T4 yang rendah pada ibu memberi kontribusi terhadap tingginya TSH serum fetus, tapi faktor utama adalah blokade tiroid fetus oleh PTU.

Kasus 1 menggambarkan pentingya mencoba dosis minimal obat antitiroid selama kehamilan dan menghentikan pengobatan sewaktu-waktu jika memungkinkan serum TSH ibu tidak rendah, dan khususnya jika ibu TRAb negative. Pada kasus 1, foetal goitre disebabkan oleh sekresi TSH fetus melimpah karena respon terahdap obat sehingga menginduksi foetal hypothyroidism. Beberapa kasus yang sama telah dipublikasikan (33-42), dan seringkali tidak perlu dilakukan cordocentesis untuk membuat diagnosis.

Kasus 2 adalah pasien yang lebih rumit, dimana maternal TRAb dan foetal TSH bisa turut serta dalam pembentukan foetal goitre, dan pengukuran TSH dalam darah plasenta yang diperoleh melalui cordocentesis diperlukan untuk membedakan dua kasus foetal goitre.

Kasus 2

Seorang wanita umur 29 tahun menderita Graves´ disease baru dengan hipertiroidisme, orbitopathy ringan dan diffuse goitre didiagnosis pada minggu ke-19 kehamilan. Terapi dengan PTU (dosis awal 100 mg x 3 per hari) + Propranolol menyebabkan normalisasi klinik dan biokimia. Pada umur gestational minggu ke-29, TSH dan fT4 serum berada pada range normal, terapi ditarik dengan tidak hati-hati. Hipertiroidisme terjadi lagi beberapa minggu berikutnya. Pada minggu ke-32, sesudah 1 minggu terapi PTU (50 mg x 3 per hari) fT4 serum menjadi 30.7 pmol/l (rujukan 10-26 pmol/l), fT3 sebesar 22.9 pmol/l (rujukan 3 – 7 pmol/l) dan TSH sebesar <>

Evaluasi Sonographic pada fetus normal, tapi pada minggu ke-33 gestasi, terjadi pembesaran tiroid fetus dengan ukuran 40 x 17 mm (panjang maximal x lebar maximal). Satu minggu setelahnya goitre telah meningkat, menyebabkan ekstensi spina servikalis. Biometri fetus dan aktifitas normal. Fetal heart rate 142/menit. Cordocentesis dilakukan pada minggu ke-34 untuk mengevaluasi goiter selanjutnya. Fungsi tiroid fetus yang dites adalah: TSH 4.3 mU/l (normal untuk umur gestasional (30,31), fT4 4.0 pmol/l, fT3 3.1 pmol/l, dan tes pada ibu menunjukkan: TSH <0.05>

Ultrasonografi ulangan pada fetus memperlihatkan pembesaran tiroid lebih lanjut (minggu 36: lobus kanan 32 x 12, lobus kiri : 37 x 25 mm; minggu 39: lobus kanan 48 x 28, lobus kiri 40 x 21 mm) dan pada umur gestasi 39 dilakukan section cesarean tanpa komplikasi. Berat badan lahir 3970 terlihat normal, kecuali pembesaran goiter (lingkar leher 24 cm). Pada saat persalinan fungsi tiroid ibu dites dengan hasil: TSH <0.05>

Setelah persalinan, penanganan PTU ibu ditingkatkan menjadi 600 mg per hari dan 3 bulan sesudahnya, dilakukan thyroidektomi total dengan pengangkatan 95 g goitre. Pasien terlihat baik dengan terapi pengganti L-T4 dan 3 tahun sesudahnya dia mengalami kehamilan tanpa komplikasi.

Pada kasus ini, gondok fetus diobservasi pada umur gestasional 34 minggu disebabkan oleh stimulasi TRAb, seperti TSH pada fetus yang tidak mengalami peningkatan. Dipihak lain, peningkatan ukuran gondok pada khir kehamilan mungki disebabkan oleh kombinasi stimulasi melalui TRAb ibu yang mengalami peningkatan, demikian juga sekresi TSH fetus yang juga meningkat. Dengan jelas, ibu dengan Graves´disease disertai gangguan autoimmune berat, sehingga sulit untuk terapi keseimbangan antara hipertirodisme maternal dan hiptiroidisme fetal.

Kedua kasus mengilustrasikan penggunan kombinasi tes fungsi tiroid yang melibatkan pengukuran TRAb dan ultrasonography pada monitoring fetus wanita hamil dengan Graves´ disease. Ultrasonography fetus mulai dari mid-gestation perlu untuk mengevaluasi volume tiroid fetus (gambar 1) demikian juga perkembangan fetus pada wanita yang beresiko disfungsi tiroid fetus (40,46). Wanita dengan resiko, dikarakteristik baik oleh perlunya obat antitiroid dosis tinggi atau dengan tingginya leve TRAb serum (42).

Spectrum penanganan Graves’ disease berat dengan meramalkan thyroid stimulating antibodies yang melewati plasenta.

Sebelum minggu ke 10-12, saat produksi hormone tiroid fetus berfungsi, perlintasan transplasenta dari thyroid stimulating antibodies dari ibu tidak penting untuk level hormone tiroid fetus. Akan tetapi, sesudah minggu ke 12 thyroid fetus akan berangsur-angsur berkembang untuk merespon stimulasi dan fetus pada beberapa point waktu akan mengalami hipertiroid, kecuali terapi diberikan.

Jika tidak ditangani, hipertiroidisme akan tetap ada pada saat dilahirkan, dan bisa bertahan sampai beberapa bulan karena antibody ibu menghilang dengan lambat, waktu paruh kira-kira 3 minggu, dari sirkulasi ke neonati. akibatnya hpertiroid fetus dan neonati dapat berat (tabel 1)

Jika diberikan obat antitiroid yang tepat pada ibu, ini akan mempertahankan fetus tetap eutiroid sampai lahir. Sesudah lahir obat antitiroid dari ibu akan menghilang dari sirkulasi fetus dan tiroid antara beberapa hari pertama dan pada beberapa kasus membutuhkan waktu yang lama, neonatal hipertiroidisme dapat terbentuk samai antibody maternal dibersihkan (26). Tingginya TSH reseptor antibody serum maternal pada kehamilan akhir mengindikasikan resiko neonatal hipertiroidisme (3). Komplikasi ini diilustrasikan pada gambar 2.

Selama periode hipertiroidisme fetus dan neonatal, sekresi TSH pituitary mungkin tertekan dan fase hipertiroidisme neonatal bisa diikuti oleh fase hipotiroidisme sekunder, sampai sekresi TSH pituitary diperbaharui (47).

Jiak wanita hamil yang sebelumnya menerima penanganan ablative untuk Graves´ hipertiroidisme melalui operasi tiroid dan secara khusus radioiodine seperti yang didiskusikan diatas, ibu bisa tetap memproduksi thyroid stimulating antibodies (8). Tes untuk adanya TRAb dalam serum tetap dilakukan sebelum kehamilan pertengahan kedua (3). Jika positif, fetus dapat difollow up dengan hati-hati munculnya tanda-tanda disfungsi tiroid.

Kasus 2 menggambarkan sulitnya menyeimbangkan pengobatan antitiroid pada pasien wanita hamil dengan penyakti aktif. Pada pasien seperti ini, operasi thyroidectomy pada trimester kedua kehamilan bisa dipertimbangkan, seperti yang telah direkomendasikan pada wanita yang membutuhkan dosis tinggi secara persisten dari obat antitiroid untuk mengontrol Graves´ hipertiroidisme (48).

Hanya sedikit fakta yang telah dipublikasikan mengenai rekomendasi strategi operasi tiroid (48) apakah optimal atau tidak, oleh karena itu tidak ada fakta berdasarkan rekomendasi yang dapat diberikan. Akan tetapi, TRAb menghilang dengan lambat sesudah operasi tiroidektomy, hanya kira-kira setengah dari pasien tetap TRAb negatif sesudah 1 tahun (8). Ini berarti bahwa meskipun wanita hamil menjadi eutiroid sesudah operasi + menarik obat antithyroid + pemberian L-T4, fetus dapat menjadi hyperthyroid dari TRAb ibu. Pada satu dari kasus yang dipublikasikan mengenai fetal hipertiroidisme terisolasi, ibu yang menjalani operasi tiroid untuk Graves´ disease hanya dua bulan sebelum hamil (49).

Jadi, kami merekomendasikan bahwa operasi tyroidektomy wanita hamil dengan Graves´ disease hanya dilakukan pada kasus hipertiroid yang tidak terkontrol yang mengancam kesehatan wanita, atau saat obat antitiroid tidak ditoleransi. Jika dilakukan tiroidektomy, ini harus diikuti secara sistematik dan evaluasi follow up hati-hati keadaan tiroid pada fetus.

Pada kasus isolated foetal hipertiroidisme sesudah ablasi thyroid pada ibu, ini dapat ditangani dengan pemberian pengobatan antitiroid pada ibu dalam bentuk kombinasi dengan pengganti L-T4, dimulai setelah ablasi. Pengalaman dengan terapi seperti ini terbatas dan monitoring ketat pada fetus sangat diperlukan. Dalam suatu review 11 laporan yang bersifat anekdot dari antithyroid drug therapy yang diberikan pada ibu dengan isolated foetal hipertiroidisme, semua ibu menerima terapi ablative untuk Graves´ hipertiroidisme sebelum menjadi hamil (50). Hasil yang diberikan lebih baik sesudah terapi daripada pad akehamilan dimana wanita ini tidak ditangani dengan obat antitiroid. Hasil selanjutnya dari monitoring prospektif dan terapi dari fetus hipertiroidisme sesudah thyroidectomy ibu selama kehamilan dapat dipublikasikan untuk mengumpulkan epngalaman dan fakta.

Sebagai kesimpulan, fungsi tiroid dapat dikontrol tidak hanya pada wanita hamil dengan Graves´ hipertiroidisme tapi juga pada fetus. Ini dibutuhkan untuk mengurangi resiko pada ibu, untuk meningkatkan kemungkinan kesuksesan hasil kehamilan, dan untuk meminimalkan resiko pada anak. Studi terbaru menduga bahwa anak-anak yang baru lahir dari ibu yang cukup ditangani dengan hyperthyroid memiliki resiko memanjang, mungkin terjadi disrupsi gangguan perkembangan permanen dari fungsi hypothalamic-pituitary-thyroid (51,52), yang sesuai dengan perkembangan abnormalitas untuk perkembangan abnormalitas pada hewan dengan dieodinase tipe 3 (27). Obat antitiroid yang tidak cukup atau over aggresif pada ibu atau kegagalan pengenalan dan penanganan TRAb-induced foetal hipertiroidisme ibu dengan tidak adanya glandual tiroid fungsional adalah penanganan utama untuk fungsi tiroid fetus optimal.

Legend to fig 1:

Ultrasonographical goitre in the foetus of Case 2 in relation to Graves´ disease in the mother (left).

For comparison a normal foetal thyroid in a normal pregnant woman is shown to the right. Courtesy

Dr. Devonec

Declaration of interest

There is no conflict of interest. This research did not receive any specific grant from any funding

agency in the public, commercial or not-for-profit sector.


References

1. Davies TF, Ando T, Lin RY, Tomer Y, Latif R. Thyrotropin receptor-associated diseases:

from adenomata to Graves disease. Journal of Clinical Invest 2005 115 1972-1983.

2. Laurberg P, Pedersen KM, Vestergaard H, Sigurdsson G. High incidence of multinodular

toxic goitre in the elderly population in a low iodine intake area vs. high incidence of

Graves' disease in the young in a high iodine intake area: comparative surveys of

thyrotoxicosis epidemiology in East-Jutland Denmark and Iceland. Journal of Internal

Medicine 1991 229 415-420.

3. Laurberg P, Nygaard B, Glinoer D, Grussendorf M, Orgiazzi Guidelines for TSH-receptor

antibody measurements in pregnancy: results of an evidence-based symposium organized by

the European Thyroid Association. European Journal of Endocrinology 1998 139 584-586.

4. Amino N, Tanizawa O, Mori H, Iwatani Y, Yamada T, Kurachi K, Kumahara Y, Miyai K.

Aggravation of thyrotoxicosis in early pregnancy and after delivery in Graves' disease.

Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 1982 55 108-112.

5. Rotondi M, Cappelli C, Pirali B, Pirola I, Magri F, Fonte R, Castellano M, Agabiti Rosei E,

Chiovato L. The effect of pregnancy on subsequent relapse from Graves' disease following a

successful course of anti-thyroid drug therapy. Journal of Clinical Endocrinology and

Metabolism 2008 Jul 29. [Epub ahead of print]

6. Atkinson S, McGregor AM, Kendall-Taylor P, Peterson MM, Smith BR. Effect of

radioiodine on stimulatory activity of Graves' immunoglobulins. Clinical Endocrinology

1982 16 537-543.

7. Teng CS, Yeung RT, Khoo RK, Alagaratnam TT. A prospective study of the changes in

thyrotropin binding inhibitory immunoglobulins in Graves' disease treated by subtotal

thyroidectomy or radioactive iodine. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism

1980 50 1005-1010.

8. Laurberg P, Wallin G, Tallstedt L, Abraham-Nordling M, Lundell G, Tørring O. TSHreceptor

autoimmunity in Graves' disease after therapy with anti-thyroid drugs, surgery, or

radioiodine: a 5-year prospective randomized study. European Journal of Endocrinology

2008 158 69-75.

9. Davis LE, Lucas MJ, Hankins GD, Roark ML, Cunningham FG. Thyrotoxicosis

complicating pregnancy. American Journal of Obstetrics and Gynecology 1989 160 63-70.

10. Millar LK, Wing DA, Leung AS, Koonings PP, Montoro MN, Mestman JH. Low birth

weight and preeclampsia in pregnancies complicated by hipertiroidisme. Obstetrics &

Gynecology 1994 84 946-9.

11. Kriplani A, Buckshee K, Bhargava VL, Takkar D, Ammini AC. Maternal and perinatal

outcome in thyrotoxicosis complicating pregnancy. European Journal of Obstetrics &

Gynecology and Reproductive Biology 1994 54 159-63.

12. Mestman JH. Hipertiroidisme in pregnancy. Best Practice & Research Clinical

Endocrinology & Metabolism 2004 18 267-88.

13. Tamaki H, Amino N, Aozasa M, Mori M, Tanizawa O, Miyai K. Serial changes in thyroidstimulating

antibody and thyrotropin binding inhibitor immunoglobulin at the time of

postpartum occurrence of thyrotoxicosis in Graves’ disease. Journal of Clinical

Endocrinology and Metabolism 1987 65 324–330

14. Glinoer D. The regulation of thyroid function in pregnancy: pathways of endocrine

adaptation from physiology to pathology. Endocrine Reviews 1997 18 404-433.

15. Momotani N, Noh J, Oyanagi H, Ishikawa N, Ito K. Antithyroid drug therapy for Graves'

disease during pregnancy. Optimal regimen for fetal thyroid status. New England Journal of

Medicine 1986 315 24-28.

16. Kung AW, Jones BM. A change from stimulatory to blocking antibody activity in Graves'

disease during pregnancy. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 1998 83 514-

518.

17. Ueta Y, Fukui H, Murakami H, Yamanouchi Y, Yamamoto R, Murao A, Santou

Y,Taniguchi S, Mitani Y, Shigemasa C. Development of primary hypothyroidism with the

appearance of blocking-type antibody to thyrotropin receptor in Graves' disease in late

pregnancy. Thyroid 1999 9 179-182.

18. Amino N, Izumi Y, Hidaka Y, Takeoka K, Nakata Y, Tatsumi KI, Nagata A, Takano T. No

increase of blocking type anti-thyrotropin receptor antibodies during pregnancy in patients

with Graves' disease. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 2003 88 5871-

5874.

19. Mandel SJ, Brent GA, Larsen PR. Review of antithyroid drug use during pregnancy and

report of a case of aplasia cutis. Thyroid 1994 4 129-133.

20. Clementi M, Di Gianantonio E, Pelo E, Mammi I, Basile RT, Tenconi R. Methimazole

embryopathy: delineation of the phenotype. American Journal of Medical Genetics 1999 83

43-46.

21. Di Gianantonio E, Schaefer C, Mastroiacovo PP, Cournot MP, Benedicenti F, Reuvers M,

Occupati B, Robert E, Bellemin B, Addis A, Arnon J, Clementi M. Adverse effects of

prenatal methimazole exposure. Teratology 2001 64 262-266.

22. Alexander EK, Marqusee E, Lawrence J, Jarolim P, Fischer GA, Larsen PR. Timing and

magnitude of increases in levothyroxine requirements during pregnancy in women with

hypothyroidism. New England Journal of Medicine 2004 351 241-249.

23. Momotani N, Ito K, Hamada N, Ban Y, Nishikawa Y, Mimura T. Maternal hipertiroidisme

and congenital malformation in the offspring. Clinical Endocrinology 1984 20 695-700.

24. Mandel SJ, Cooper DS. The use of antithyroid drugs in pregnancy and lactation. Journal of

Clinical Endocrinology of Metabolism 2001 86 2354-2359.

25. Dunn JT, Delange F. Damaged reproduction: the most important consequence of iodine

deficiency. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 2001 86 2360-2363.

26. Zimmerman D. Fetal and neonatal hipertiroidisme. Thyroid 1999 9 727-733.

27. Hernandez A, Martinez ME, Fiering S, Galton VA, St Germain D. Type 3 deiodinase is

critical for the maturation and function of the thyroid axis. Journal of Clinical Investigation

2006 116 476-484.

28. Nachum Z, Rakover Y, Weiner E, Shalev E. Graves' disease in pregnancy: prospective

evaluation of a selective invasive treatment protocol. American Journal of Obstetrics and

Gynecology 2003 189 159-165.

29. Van Kamp IL, Klumper FJ, Oepkes D, Meerman RH, Scherjon SA, Vandenbussche FP,

Kanhai HH. Complications of intrauterine intravascular transfusion for fetal anemia due to

maternal red-cell alloimmunization. American Journal of Obstetrics and Gynecology 2005

192 171-177.

30. Thorpe-Beeston JG, Nicolaides KH, McGregor AM. Fetal thyroid function. Thyroid 1992 2

207-217.

31. LaFranchi S. Thyroid function in the preterm infant. Thyroid 1999 9 71-78.

32. Weeke J, Dybkjaer L, Granlie K, Eskjaer Jensen S, Kjaerulff E, Laurberg P, Magnusson B.

A longitudinal study of serum TSH, and total and free iodothyronines during normal

pregnancy. Acta Endocrinology 1982 101 531-537.

33. Burrow GN. Neonatal goiter after maternal propylthiouracil therapy. Journal of Clinical

Endocrinology and Metabolism 1965 25 403-408.

34. Cheron RG, Kaplan MM, Larsen PR, Selenkow HA, Crigler JF Jr. Neonatal thyroid

function after propylthiouracil therapy for maternal Graves' disease. New England Journal

of Medicine 1981 304 525-528.

35. Van Loon AJ, Derksen JT, Bos AF, Rouwé CW. In utero diagnosis and treatment of fetal

goitrous hypothyroidism, caused by maternal use of propylthiouracil. Prenatal Diagnosis

1995 15 599-604.

36. Abuhamad AZ, Fisher DA, Warsof SL, Slotnick RN, Pyle PG, Wu SY, Evans AT.

Antenatal diagnosis and treatment of fetal goitrous hypothyroidism: case report and review

of the literature. Ultrasound in Obstetrics and Gynecology 1995 6 368-371.

37. Bruner JP, Dellinger EH. Antenatal diagnosis and treatment of fetal hypothyroidism. A

report of two cases. Fetal Diagnosis and Therapy 1997 12 200-204.

38. Ochoa-Maya MR, Frates MC, Lee-Parritz A, Seely EW. Resolution of fetal goiter after

discontinuation of propylthiouracil in a pregnant woman with Graves' hipertiroidisme.

Thyroid 1999 9 1111-1114.

39. Gallagher MP, Schachner HC, Levine LS, Fisher DA, Berdon WE, Oberfield SE. Neonatal

thyroid enlargement associated with propylthiouracil therapy of Graves' disease during

pregnancy: a problem revisited. Journal of Pediatrics 2001 139 896-900.

40. Cohen O, Pinhas-Hamiel O, Sivan E, Dolitski M, Lipitz S, Achiron R. Serial in utero

ultrasonographic measurements of the fetal thyroid: a new complementary tool in the

management of maternal hipertiroidisme in pregnancy. Prenatal Diagnosis 2003 23 740-

742.

41. Lembet A, Eroglu D, Kinik ST, Gurakan B, Kuscu E. Non-invasive management of fetal

goiter during maternal treatment of hipertiroidisme in Graves' disease. Fetal Diagnosis and

Therapy 2005 20 254-257.

42. Luton D, Le Gac I, Vuillard E, Castanet M, Guibourdenche J, Noel M, ToubertME, Léger J,

Boissinot C, Schlageter MH, Garel C, Tébeka B, Oury JF, CzernichowP, Polak M.

Management of Graves' disease during pregnancy: the key role of fetal thyroid gland

monitoring. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 2005 90 6093-6098.