Sabtu, 24 April 2010

Sindrom Resistensi Insulin

Nama lain: Sindrom X, Sindrom Metabolik

Definisi:

Suatu kondisi di mana terjadi penurunan sensivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas.

Penyebab:

- Berat badan lebih/obesitas

- Kurang/tidak melakukan aktivitas fisik

Kriteria diagnosis Sindrom resistensi insulin (minimal 3 kriteria):

- Hipertensi : Dalam pengobatan anti hipertensi atau TD> 130/85

- Dislipidemia : Trigliserida > 150 mg/dl

HDL, Laki-laki : <>

Perempuan : <>

- Obesitas : Lingkar perut,Laki-laki : > 102 cm

Perempuan : > 88 cm

- Gangguan metabolisme glukosa : GDP > 110 mg/dl

Kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III)-2001

Kelainan yang dapat ditimbulkan:

- Penyakit kardiovaskuler

- DM tipe 2

- Sindrom ovarium polikistik

- Perlemakan hati non alkoholik

Penatalaksanaan:

- Tata laksana penyebab

- Tata laksana faktor risiko lipid dan non lipid


Meningitis

MENINGITIS

Meningitis adalah syndroma klinik yang dikarakteristik oleh inflamasi meningen. Secara klinik, kondisi medis ini memunculkan manifestasi gejala-gejala meningeal seperti; sakit kepala, nuchal rigidity, photophobia dan peningkatan leukosit dalam cairan serebrospinal (pleositosis). Tergantung pada durasi gejala-gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronik. Meningitis akut menunjukkan evolusi dari gejala-gejala antara beberapa jam sampai hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi dalam minggu sampai bulan. Durasi gejala-gejala dari meningitis kronik dikarakteristik sekurangnya 4 minggu.

Meningitis Bakterial

Terdapat sejumlah penyebab infeksi dan non infeksi dari meningitis. Contoh yang paling sering adalah penggunaan obat-obatan, misalnya obat antiinflamasi non streroid, antibiotic; dan carsinomatosis.
Meningitis dapat juga diklasifikasikan sesuai dengan etiologinya. Meningitis bacterial akut menunjukkan penyebab bakteri syndrome ini. Meningitis bacterial dikarakteristik oleh onset akut gejala-gejala meningeal dan neutrophilic pleocytosis. Syndroma dinamai tergantung pada penyebab bacterial spesifik, misalnya, Streptococcus pneumoniae meningitis, meningococcal meningitis, atau Haemophilus influenzae meningitis. Penyebab fungi dan parasit dari meningitis juga diberi nama sesuai dengan agent penyebabnya, seperti cryptococcal meningitis, Histoplasma meningitis, dan amebic meningoencephalitis.
Aseptic meningitis adalah istilah yang digunakan secara luas yang dinyatakan dengan respon seluler non-piogenik, dimana meningitis ini disebabkan oleh beberapa agent yang berbeda. Pada beberapa kasus, penyebab tidak terlihat sesudah evaluasi awal. Karakteristik pasien menunjukkan onset gejala meningeal akut, demam dan pleositosis cerebrospinal yang ditandai limpositosis menonjol. Sesudah pemeriksaan teliti beberapa kasus ditemukan dengan penyebab virus dan kemudian diklasifikasikan sebagai meningitis virus akut (misalnya, enterovirus meningitis, herpes simplex virus [HSV] meningitis). Selain virus, pada banyak kasus meningitis aseptic, dapat juga disebabkan oleh bakteri, fungi, mycobakterial dan agent parasit.3,4

Patofisiologi

Ada jalur utama dimana agent infeksi (bakteri, virus, fungi, parasit) dapat mencapai system saraf pusat (CNS) dan menyebabkan penyakit meningeal. Awalnya, agent infeksi berkolonisasi atau membentuk suatu fokal infeksi pada host. Kolonisasi ini bisa berbentuk infeksi pada kulit, nasopharynx, traktus respiratorius, traktus gastrointestinal atau traktus urinarius. Kebanyakan pathogen meningeal ditransmisikan melewati rute respiratorik1,3,4
Dari area kolonisasi ini, organism menembus submucosa melawan pertahanan host (misalnya, barier fisik, imunitas local, fagosit/makrofag) dan mencapai akses ke system saraf pusat melalui (1) invasi kedalam sirkulasi darah (bakteremia, viremia, fungemia, dan parasitemia) dan selanjutnya secara hematogenous dilepaskan ke system saraf pusat, dimana ini merupakan mode yang penyebaran yang paling sering untuk kebanyakan agent (misalnya, meningokokkus, cryptococcal, syphilitic, dan pneumococcal meningitis); (2) kerusakan neuronal (misalnya, nervus olfactory dan peripheral) dengan agent penyebab misalnya, Naegleria fowleri, Gnathostoma spinigerum; atau (3) kontak langsung (misalnya, sinusitis, otitis media, congenital malformations, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial).1,5,6
Virus-virus respirasi tertentu dipikirkan mempertinggi masuknya agent bacterial kedalam kompartement intravaskuler, mungkin melalui kerusakan pertahanan mukosa. Sekali didalam sirkulasi darah, agent-agent infeksi harus melepaskan diri dari pengawasan imun (misalnya, antibodi, complement-mediated bacterial killing, neutrophil phagocytosis). Akibatnya, penyebaran hematogenous jauh dapat terjadi, termasuk system saraf pusat. Mekanisme patofisiologi spesifik terjadi melalui invasi agent kedalam ruang subaracnoid masih belum jelas.

Sekali berada di dalam system saraf pusat, agent-agent infeksi ini akan dapat bertahan hidup oleh karena pertahanan host (misalnya, immunoglobulin, neutrophil, komponen komplement) terbatas dalam kompartemen tubuh ini. Adanya agent dan replikasi yang dilakukan tidak terkontrol dan mendorong terjadinya suatu cascade inflamasi meningeal.

Kunci patofisiologi dari meningitis termasuk peran penting dari cytokines (mis, tumor necrosis factor-alpha [TNF-alpha], interleukin [IL]–1), chemokines (IL-8), dan molekul proinflamasi lain dalam pathogenesis pleocytosis dan kerus akan neuronal selama bacterial meningitis. Peningkatan konsentrasi TNF-alpha, IL-1, IL-6, dan IL-8 dalam cairan serebrospinal adalah temuan khas pasien meningitis bacterial.

Frekuensi

Amerika Serikat. Insiden meningitis bervariasi sesuai dengan agent etiologi spesifik.
Meningitis bacterial masih merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Angka serangan di Amerika Serikat pertahun dilaporkan 0.6-4 kasus per 100,000 populasi. Sebelumnya, 3 kasus yang paling pathogen dengan kasus mencapai 80 %, yaitu H influenzae type B (HIB), N meningitidis, dan S pneumoniae. Lebih dari dua decade lalu, epidemologi telah mengalami perubahan secara substansial oleh karena berbagai perkembangan.

Internasional. Insiden meningitis diperkirakan lebih tinggi pada negara yang sedang berkembang oleh karena kurangnya akses pelayanan pencegahan seperti vaksinasi. Angka insdien 10 kali lipat lebih tinggi terjadi di negara sedang berkembang.2,3,6

Mortalitas dan morbiditas

Mortalitas meningitis bervarias tergantugn agent spesifik.
• Angka mortalitas untuk meningitis virus (tanpa encephalitis) kurgan dari 1 %. Pada pasien dengan defisiensi imunitas humoral (misalnya, agammaglobulinemia), enterovirus meningitis dapat memberikan hasil yang fatal.
• Meningitis bacterial umumnya fatal sebelum era antimicrobial. Dengan adanya terapi antimicrobial, keseluruhan angka mortalitas meningitis bacterial menurun tapi masih masih mengkuatirkan. Laju mortalitas diperkirakan 25%. Diantara penyebab yang sering dari acute bacterial meningitis, angka mortalitas tertinggi ditemukan pada pneumococcus. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk tiap-tiap organism spesifik adalah 19-26% untuk S pneumoniae meningitis, 3-6% untuk H influenzae meningitis, 3-13% untuk N meningitidis meningitis, dan 15-29% untuk L monocytogenes meningitis.1,3,5

Ras dan jenis kelamin

Semua ras tanpa terkecuali dapat terkena. Di Amerika Serikat, kulit hitam dilaporkan 3.3 kasus per 100,000 populasi dibandingkan dnegan 2.6 wanita per 100,000 populasi. Angka serangan untuk meningitis bacterial dilaporkan 3.3 kasus pria per 100,000 populasi sedangkan wanita 2.6 kasus per 100,000 populasi.2,4

Riwayat

Klinik
Presentasi klasik dari meningitis termasuk demam, sakit kepala, kekakuan pada leher, photophobia, nausea, vomiting, dan tanda-tanda disfungsi serebral (mis, lethargy, confusion, coma).
• Terdapat triad: demam, nuchal rigidity, dan perubahan status mental ditemukan pada 2/3 pasien. Akan tetapi nilai prediktif negatif gejala-gejala ini tinggi (misalnya, jika demam, kekakuan leher, atau perubahan status mental tidak ada, akan mengeliminasi diagnosis meningitis pada 99-100% kasus).
• Presentasi klasik dari meningitis akut adalah onset gejala yang terjadi antara jam sampai beberapa hari, dibandingkan dengan meningitis kronis sampai minggu.
• Presentasi yang tidak khas dapat diobservasi pada kelompok tertentu.
o Orang tua, khususnya bagi mereka dengan adanya komorbiditas (mis, diabetes, renal dan liver disease), bisa muncul lethargi tanpa gejala meningeal.
o Pasien-pasien dengan neutropenia dapat muncul dengan gejala iritasi meningeal tersembunyi.
o Host dengan immunocompromised, termasuk resipien transplant organ dan jaringan serta pasien dengan HIV dan AIDS, dapat menunjukkan presentasi yang tidak khas.

Fisik
• Tanda-tanda disfungsi serebral sering terjadi misalnya, confusion, irritability, delirium, dan koma. Ini biasanya bersamaan dengan demam dan photophobia.
• Tanda-tanda iritasi meningeal ditemukan hanya pada kira-kira 50% pasien meningitis bacterial, dan bila hal ini tidak ada tidak menyingkirkan meningitis.
• Palsy saraf cranial dapat ditemukan, terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial atau adanya eksudat yang membungkus nerve roots.
• Tanda neurologik fokal dapat terbentuk akibat iskemia yang berasal dari inflamasi vascular dan thrombosis.
• Kejang dapat terjadi pada kira-kira 30% pasien.
• Papilledema dan tanda-tanda peningkatan intracranial lain dapat muncul.3,4,5,6

Etiologi
Meningitis bacterial akut
Penggunana vaksin HIB yang luas secara dramatikal merubah epidemiology bacterial meningitis dalam dekade terakhir (tabel 1). Meningitis yang paling sering kena pada seluruh kelompok umur, H influenzae meningitis secara dramatikal mengalami penurunan dari 48% sampai 7% dari seluruh kasus. Angka N meningitidis masih konstan pada 14-25%, dan organisme pada beberapa kasus terjadi antara umur 2-18 tahun. S pneumoniae menjadi penyebab paling sering pada seluruh kelompok umur (tabel 2).1,3


Resiko dan/atau faktor predisposisi

Bateri pathogen
Umur 0-4 minggu S agalactiae (group B streptococci)
E coli K1
L monocytogenes
Umur 4-12 minggu S agalactiae
E coli
H influenzae
Spneumoniae
N meningitidis

Umur 3 bulan sampai 18 tahun N meningitidis
S pneumoniae
H influenzae

Umur 18-50 tahun S pneumoniae
N meningitidis
H influenzae

Umur > 50 tahun S pneumoniae
N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli

Immunocompromised state S pneumoniae
N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli

Intracranial manipulation, including neurosurgery Staphylococcus aureus
Coagulase-negative staphylococci
Aerobic gram-negative bacilli, including
Pseudomonas aeruginosa

Basilar skull fracture S pneumoniae
H influenzae
Group A streptococci

CSF shunts Coagulase-negative staphylococci
S aureus
Aerobic gram-negative bacilli
Propionibacterium acnes

Sindroma meningitis aseptic

Aseptic meningitis adalah syndrome ifeksious yang paling sering mempengaruhi system saraf pusat. Kebanyakan episode disebabkan oleh virus pathogen, tapi dapat juga disebabkan oleh bakteri, fungi, atau parasit.

Penanganan

Penanganan prehospital 1,5

  • Evaluasi dan penanganan pasien shock atau hipotensi dengan infuse kristaloid sampai terjadi euvolemik.
  • Penanganan kejang sesuai protokol
  • Proteksi jalan nafas pasien yang mengalami penurunan kesadaran.
  • Untuk pasien sadar dengan kondisi stabil denga n tanda vital normal, berikan oksigen, akses intravena dan kirim cepat ke bagian emergensy.

Penanganan gawat darurat 1,2,5

  • Meningitis akut: sesuai keadaan pasien, pemeriksaan cairan serebrospinal dalam mengindentifikasi meningitis akut untuk identifikasi organism spesifik dan kerentanan.
  • Meningitis sub akut: pada pasien ini, pemeriksaan cairan cerebrospinal merupakan langkah penting untuk mendokumentasikan ada atau tidaknya infeksi saraf pusat dan tipe organisme penyebab infeksi. Pemberian antibiotika untuk memperlambat replikasi infeksi.
  • Kondisi pasien dan perawatan bagian darurat selanjutnya dengan observasi 8-12 jam, kemudian periksa ulang cairan cerebrospinal (segera dilakukan bila kondisi pasien memburuk). Jika terjadi perubahan granulositosis awal terhadap mononuclear predominance, glukosa cairan cerebrospinal, dan pasien terlihat baik, infeksi pasien mungkin nonbakterial.
  • Pada pasien akut, lakukan lumbal punksi dan berikan dosis pertama antibiotic dengan atau tanpa steroid antara 30 menit.
  • Lakukan CT scan bila terjadi defisit neurologis.
  • Penanganan komplikasi sistemik meningitis bacterial akut: hipotensi dan/atau shock, hipoksemia, hiponatremia, aritmia jantung dan iskemia, cardiovaskuler disease (CVD), dan eksaserbasi penyakit kronik.
  • Perhatikan tanda hidrosephalus dan peningkatan tekanan intrakranial.
    • Tangani demam dan nyeri, kontrol ketegangan dan batuk, hindari kejang, dan hindari hipotensi sistemik.
    • Sebaliknya pada pasien stabil, penanganan cukup dengan elevasi kepala dan monitoring status neurologik.
    • Beberapa center menganjurkan penggunaan dieresis awal (misalnya, furosemide 20 mg IV, mannitol 1 g/kg IV), untuk memproteksi volume sirkulasi.
    • Hiperventilasi pada pasien yang diintubasi, dengan sasaran PaCO2 25-30 mm Hg, dapat menurunkan tekanan intracranial dengan singkat; hiperventilasi dengan PaCO2 <25 style="">cerebral blod flow yang tidak sebanding dan memicu iskemia system saraf pusat.
    • Pertimbangan pemasangan monitor ICP pada pasien koma atau mereka dengan tanda peningkatan tekanan intracranial.
    • Dengan peningkatan tekanan intrakranial, ambil cairan serebrospinal sampai tekanan menurun 50 % dan pertahankan pada tekanan kurang dari 300 mm air, hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu.2,5
  • Pencegahan kejang: lorazepam 0.1 mg/kg IV dan IV load dengan phenytoin 15 mg/kg atau phenobarbital 5-10 mg/kg.
  • Kontroversi seputar pemberian dexamethasone, yang diberikan dengan atau sebelum antibiotika.2
    • Dexamethasone dapat mengganggu cytokine-mediated neurotoxic effects dari bacteriolysis. Efek maksimum pada hari pertama penggunaan antibiotik.
    • Meta-analysis 10 tahun pada percobaan klinik, dexamethasone menurunkan morbiditas, khususnya insiden dan severeitas dari neurosensory hearing loss, untuk meningitis H influenzae dan diduga keuntungan yang diperoleh untuk meningitis S pneumoniae sebanding pada pemakaian anak-anak. Tidak ada studi yang adekuat pada orang dewasa mengenai penggunaan dexametazone, meskipun secara patofisiologi mungkin sama. Meta-analysis menduga bahwa batas terapi dexamethasone sampai 2 hari, diduga sudah optimal. Studi terbaru dari Eropa terus mendukung penggunaan dexametasone di negara-negara yang sedang berkembang (bila dibandingkan dengan negara maju), barangkali berhubungan dengan insiden relatif meningitis TB.
    • Secara teori, efek anti-inflamasi menurunkan permeabilitas blood-brain barrier dan menghalangi penetrasi antibiotik kedalam cairan serebrospinal.
      • Menurunkan level vankomisin dalam cairan cerebrospinal telah dikonfirmasi pada hewan yang ditangani dengan steroid, pada manusia belum dilakukan.
      • Beberapa center percaya bahwa seluruh antibiotika mencapai konsentrasi inhibisi minimal dalam cairan serebrospinal tanpa mempertimbangkan penggunaan streroid.
      • Dexamethasone tidak mengganggu vankomisin secara klinik.
    • Di negara yang sedang berkembang, penggunaan gliserol oral (dexamethasone) telah dipelajari sebagai terapi adjunctive untuk penanganan meningitis bacterial pada anak-anak. Dalam studi yang terbatas, penggunaannya terlihat menurunkan insiden neurologic sequelae dengan efek samping yang kecil.2
  • Terapi antibiotika idealnya didasarkan pada identifikasi organisme dengan pewarnaan gram.
    • Neonati umur 1 bulan, mikroorganisme yang sering, streptokokus group B atau D, Enterobacteriaceae (mis, E coli), dan L monocytogenes.
      • Penanganan primer adalah kombinasi ampicillin (umur 0-7 hari: 50 mg/kg IV q8h; umur 8-30 hari: 50-100 mg/kg IV q6h) plus cefotaxime 50 mg/kg IV q6h (sampai 12 g/d).
      • Penanganan alternatif ampicillin (umur 0-7 hari: 50 mg/kg IV q8h; umur 8-30 hari: 50-100 mg/kg IV q6h) plus gentamicin (umur 0-7 hari: 2.5 mg/kg IV atau IM q12h; umur 8-30 hari: 2.5 mg/kg IV atau IM q8h).
      • Beberapa center merekomendasikan penambahan acyclovir 10 mg/kg IV q8h untuk herpes simplex encephalitis.2,5
    • Pada bayi (1-3 bulan).
      • Penanganan primer adalah cefotaxime (50 mg/kg IV q6h, sampai 12 g/d) atau ceftriaxone (dosis awal: 75 mg/kg, 50 mg/kg q12h sampai 4 g/day) plus ampicillin (50-100 mg/kg IV q6h).
      • Penanganan alternative adalah chloramphenicol (25 mg/kg PO atau IV q12h) plus gentamicin (2.5 mg/kg IV atau IM q8h).
      • Jika yang ada cephalosporin-resistant S pneumoniae (DRSP), >2%, tambahan vancomycin (15 mg/kg IV q8h). Sangat perlu dexamethasone (0.4 mg/kg IV q12h untuk 2 hari atau 0.15 mg/kg IV q6h untuk 4 hari) mulai 15-20 menit sebelum dosis awal antibiotik.
    • Pada bayi yang lebih tua atau anak-anak (3 bulan- 7 tahun), mikroorganisme yang sering adalah S pneumoniae, N meningitidis, dan H influenzae.
      • Penanganan primer, cefotaxime (50 mg/kg IV q6h sampai 12 g/hari) atau ceftriaxone (dosis awal: 75 mg/kg, kemudian 50 mg/kg q12h sampai 4 g/hari). Jika DRSP >2%, tambah vancomycin (15 mg/kg IV q8h). Negara-negara dengan prevalensi DRSP rendah, pertimbangkan penicillin G (250,000 U/kg/d IM/IV dalam 3-4 dosis terbagi). Bila penyebab DRSP, penicillin G.
      • Penanganan alternatif (atau jika alergi penisilin berat) adalah chloramphenicol (25 mg/kg PO/IV q12h) plus vancomycin (15 mg/kg IV q8h).
      • Pertimbangkan dexamethasone (0.4 mg/kg IV q12h dalam 2 hari atau 0.15 mg/kg IV q6h untuk 4 hari) mulai 15-20 menit sebelum dosis pertama antibiotika.1,2,5
    • Umur 7-50 tahun, mikroorganisme yang sering S pneumoniae, N meningitidis, dan L monocytogenes.
      • Area DRSP (drug resistant S pneumonia) >2%, cefotaxime (dosis pediatri: 50 mg/kg IV q6h sampai 12 g/d; dewasa: 2 g IV q4h) atau ceftriaxone (pediatri: initial dose: 75 mg/kg, kemudian 50 mg/kg q12h sampai 4 g/hari; dosis dewasa: 2 g IV q12h) plus vancomycin (pediatri: 15 mg/kg IV q8h; dewasa: 750-1000 mg IV q12h atau 10-15 mg/kg IV q12h). Beberap center menambahkan rifampin (pediatrik: 20 mg/kg/d IV; dewasa: 600 mg PO qd). Jika spesies Listeria species, tambahkan ampicillin (50 mg/kg IV q6h).
      • Alternatif (atau jika alergi penisilin) yaitu chloramphenicol (12.5 mg/kg IV q6h: tidak bactericidal) atau clindamycin (dosis pediatri: 40 mg/kg/hari IV dalam 3-4 dosis; dewasa: 900 mg IV q8h: aktif in vitro tapi tidak ada data klinik) atau meropenem (pediatri: 20-40 mg/kg IV q8h; dewasa: 1 g IV q8h: aktif in vitro tapi sedikit data klinik; hindari imipenem).
      • Area prevalensi DRSP rendah, gunakan cefotaxime (dosis pediatri: 50 mg/kg IV q6h sampai 12 g/d; dewasa: 2 g IV q4h) atau ceftriaxone (pediatri: 75 mg/kg dosis initial kemudian 50 mg/kg q12h sampai 4 g/d; dewasa: 2 g IV q12h) plus ampicillin (50 mg/kg IV q6h).
      • Penanganan alternatif (atau jika alergi penicilin) adalah chloramphenicol (12.5 mg/kg IV q6h) plus trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMX; TMP 5 mg/kg IV q6h) atau meropenem (pediatri: 20-40 mg/kg IV q8h; dewasa: 1 g IV q8h).
      • Data terbatas pada penggunaan dexamethasone pada orang dewasa. Pemberian dosis pertama dexamethasone (0.4 mg/kg q12h IV selama 2 hari atau 0.15 mg/kg q6h untuk 4 hari) 15-20 menit sebelum dosis pertama antibiotika.2,5
    • Lebih dari 50 tahun atau dewasa dengan penyakit keterbatasan atau alkoholisme, mikroorganisme sering S pneumoniae, coliforms, H influenzae, Listeria species, Pseudomonas aeruginosa, dan N meningitidis.
      • Penanganan primer dengan prevalensi DRSP >2% apakah dengan cefotaxime (2 g IV q4h) atau ceftriaxone (2 g IV q12h) plus vancomycin (750-1000 mg IV q12h atau 10-15 mg/kg IV q12h). Jika pewarnaan gram CSF memperlihatkan basil gram negative, gunakan ceftazidime (2 g IV g8h). Pada area prevalensi DRSP, gunakan cefotaxime (2 g IV q4h) atau ceftriaxone (2 g IV q12h) plus ampicillin (50 mg/kg IV q6h).
      • Pilihan penanganan lain termasuk meropenem, TMP/SMX, dan doxycycline.
      • Data terbatasu untuk penggunaan deksametason, di negara berkembang bila diduga S pneumoniae dan untuk dugaan TB atau fungi. Dosis awal dexamethasone (0.4 mg/kg q12h IV untuk 2 hari atau 0.15 mg/kg q6h untuk 4 hari) 15-20 menit sebelum dosis antibiotik pertama.1,2,5
    • Pasien trauma trauma atau neurosurgery microorganism S pneumoniae, Staphylococcus aureus, coliforms, dan P aeruginosa.
      • Penanganan primer vancomycin (1 g IV q12h) plus ceftazidime (2 g IV q8h).
      • Alternatif meropenem (1 g IV q8h).
  • Profilaksis pasien dengan dugaan N meningitidis
    • Rifampin (pediatri: anak <1 style=""> >1 mo - 10 mg/kg q12h; dewasa: 600 mg PO bid) for 4 doses
    • Alternatif- Ciprofloxacin (dewasa) 500 mg PO dosis tunggal atau ceftriaxone (<15>15 y: 250 mg) IM dosis tunggal.2

Prognosis 2

  • Pasien-pasien dengan meningitis virus biasanya prognosisnya baik untuk pemulihan
  • Prognosis buruk pada pasien dengan umur ekstrim (yaitu, <2>60 tahun) dan mereka dengan komorbiditas signifikan dan imunodefisiensi.
  • Pasien yang menunjukkan gangguan level kesadaran, meningkatkan resiko perkembangan neurologic sequelae atau kematian.
  • Kejang selama episode meningitis juga menjadi faktor resiko mortalitas atau neurologic sequelae.
  • Meningitis bacterial akut adalah kondisi medis darurat dan keterlambatan memulai terapi antimikroba yang efektif meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
  • Adanya peositas level rendah (<20>
  • Meningitis yang disebabkan oleh S pneumoniae, L monocytogenes, dan basil gram negatif memiliki tingkat fatalitas lebih tinggi dibandingkan dengan meningitis yang disebabkan oelh bakteri lain.
  • Prognosis meningitis yang disebabkan oleh pathogen oportunistik, tergantung pada pathogen oportunistik, juga tergantung pada fungsi imun yang mendasari tuan rumah.